ALLAH


ALLAH

Allah yaitu Tuhan pencipta alam semesta dan segala isinya ini. Dan Allah menyebutkannya dalam Al Qur’an.
 “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh kami Telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. tetapi jika kamu kafir Maka (ketahuilah), Sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah[360] dan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.” (Q.S An Nisaa': 131)

[360]  Maksudnya: kekafiran kamu itu tidak akan mendatangkan kemudharatan sedikitpun kepada Allah, Karena Allah tidak berkehendak kepadamu.


“WALILLAHI MAFISSAMA WATIWAMA FIL ARDHI”
Artinya, Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi,

Istilah Allah atau Tuhan itu diakui adanya oleh mereka yang beriman, beragama Islam. Yahudi maupun Kristen. Sedangkan nama Allah dalam bahasa Ibrani disebut dengan Yahwe, Adonai atau Elohim. Sedangkan para filosof mengakui adanya Tuhan pencipta alam semesta ini bahwa alam semesta ini semua geraknya adalah digerakkan oleh Allah semata, dan kemungkinan itulah yang disebutkan dalam Al Qur’an dengan “Kun, fayakun.” Artinya jadilah, maka hal itu lalu terjadi atau tercipta.

“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia.” (Q.S Yaasiin: 82)

“Inama Amruhu Idza Arada Sya’ian An Yaqula Lahu Kun Fayakun”
Makna ayat ini bukan berarti bahwa setiap Allah berkehendak menciptakan sesuatu, maka dia berkata: “Kun, dengan huruf “Kaf” dan “Nun” yang artinya “Jadilah…!”. Karena seandainya setiap berkehendak menciptakan sesuatu Allah harus berkata “Kun”, maka dalam setiap saat perbuatan-Nya tidak ada yang lain kecuali hanya berkata-kata: “kun, kun, kun…”. Hal ini tentu rancu. 

Karena sesungguhnya dalam waktu yang sesaat saja bagi kita, Allah maha Kuasa untuk menciptakan segala sesuatu yang tidak terhitung jumlanya. Deburan ombak di lautan, rontoknya dedaunan, tetesan air hujan, tumbuhnya tunas-tunas, kelahiran bayi manusia, kelahiran anak hewan dari induknya, letusan gunung, sakitnya manusia dan kematiannya, serta berbagai peristiwa lainnya, semua itu adalah hal-hal yang telah dikehendaki Allah dan merupakan ciptaan-Nya. Semua perkara tersebut bagi kita terjadi dalam hitungan yang sangat singkat, bisa terjadi secara beruntun bahkan bersamaan.

Adapun sifat perbuatan Allah sendiri (Shifat al-Fi’il) tidak terikat oleh waktu. Allah menciptakan segala sesuatu, sifat perbuatan-Nya atau sifat menciptakan-Nya tersebut tidak boleh dikatakan “di masa lampau”, “di masa sekarang”, atau “di masa mendatang”. Sebab perbuatan Allah itu azali, tidak seperti perbuatan makhluk yang baharu.

Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam bersabda: “Allah ada pada azal (Ada tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al-Bukhari, al-Bayhaqi dan Ibn al-Jarud)
Perbuatan Allah tidak terikat oleh waktu, dan tidak dengan mempergunakan alat-alat. Benar, segala kejadian yang terjadi pada alam ini semuanya baharu, semuanya diciptakan oleh Allah, namun sifat perbuatan Allah atau sifat menciptakan Allah (Shifat al-Fi’il) tidak boleh dikatakan baharu.

Kemudian dari pada itu, kata “Kun” adalah bahasa Arab yang merupakan ciptaan Allah (al-Makhluk). Sedangkan Allah adalah Pencipta (Khaliq) bagi segala bahasa. Maka bagaimana mungkin Allah sebagai al-Khaliq membutuhkan kepada ciptaan-Nya sendiri (al-Makhluq)?! Seandainya Kalam Allah merupakan bahasa, tersusun dari huruf-huruf, dan merupakan suara, maka berarti sebelum Allah menciptakan bahasa Dia diam; tidak memiliki sifat Kalam, dan Allah baru memiliki sifat Kalam setelah Dia menciptakan bahasa-bahasa tersebut. Bila seperti ini maka berarti Allah baharu, persis seperti makhluk-Nya, karena Dia berubah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Tentu hal seperti ini mustahil atas Allah.
  
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat.”  (Q.S Asy Syuura: 11)

“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya, dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”.
Dengan demikian makna yang benar dari ayat dalam Q.S Yasin: 82 diatas adalah sebagai ungkapan bahwa Allah maha Kuasa untuk menciptakan segala sesuatu tanpa lelah, tanpa kesulitan, dan tanpa ada siapapun yang dapat menghalangi-Nya. Dengan kata lain, bahwa bagi Allah sangat mudah untuk menciptakan segala sesuatu yang Ia kehendaki, sesuatu tersebut dengan cepat akan terjadi, tanpa ada penundaan sedikitpun dari waktu yang Ia kehendakinya.

Bahkan di masa jahiliah bahwa di antara mereka telah ada kepercayaan kepada adanya Tuhan Allah, tetapi mereka telah membuat pula patung-patung yang diciptakan dengan tangan mereka sendiri lalu disembah, dan yang demikian mereka telah berbuat sesuatu yang berbentuk syirik. Artinya menyerupakan sesuatu dengan Allah. Pandangan ini disebut sebagai pandangan kafir. Bahkan islam tidak menyetujui pandangan yang menyebutkan bahwa Nabi Isa itu Tuhan. Sebab Allah tidaklah sama dengan makhluk-Nya. Sebab Allah itu Maha Esa, sebagaiman yang hal itu tercantum dalam Al Qur’an surat Al Ikhlas.

“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (Q.S Al Ikhlas:1-4)

Dan jika kita ingin mengetahui keberadaan Tuhan Allah di alam semesta ini maka keterangan yang lebih meyakinkan adalah dengan apa yang difirmankan Allah dalam Al Qur’an sebagai kitab suci-Nya di antaranya Allah Swt. berfirman:


“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Q.S Al Baqarah: 282)

[179]  Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.


“Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang Telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.” (Q.S Ali 'Imran: 30)

Kemudian setelah kamu berdukacita, Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari pada kamu[241], sedang segolongan lagi[242] Telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah[243]. mereka berkata: "Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?". Katakanlah: "Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah". mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: "Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini". Katakanlah: "Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang Telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh". dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha mengetahui isi hati. (Q.S Ali 'Imran: 154)

[241]  yaitu: orang-orang Islam yang Kuat keyakinannya.
[242]  yaitu: orang-orang Islam yang masih ragu-ragu.
[243]  ialah: sangkaan bahwa kalau Muhammad s.a.w. itu benar-benar nabi dan Rasul Allah, tentu dia tidak akan dapat dikalahkan dalam peperangan.

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu.” (Q.S Ali 'Imran: 189)


“... Dan Allah mengetahui segala sesuatu maha mengetahui.” (Q.S Al Baqarah: 282).  “... dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.” (Q.S Ali 'Imran: 30). ... Allah Maha mengetahui isi hati. (Q.S Ali 'Imran: 154). “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu.” (Q.S Ali 'Imran: 189)


“Dan Allah mengetahui segala sesuatu maha mengetahui.” Dengan demikian banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an yang menunjukkan adanya Allah, hasil ciptaan-Nya dan segala sifat-Nya. Dan Allah telah mengutus para Rasul-Nya agar manusia di Bumi ini beriman kepada Allah, bersyukur atas nikmat yang diberikan-Nya dengan janji-Nya bahwa mereka yang berbuat baik akan masuk sorga, dan yang berbuat buruk diberi janji dengan neraka.


MELIHAT ALLAH
Menurut akal bahawa Allah itu dapat dilihat dengan mata kepala atau penglihatan, sebab Allah itu Maha Ada. Dan setiap barang yang ada tentunya dapat dilihat atau dirasakan. Tetapi melihat Allah ketika di dunia tidak dapat terjadi sebab Allah itu Maha Agung. Dikecualikan hal itu Rasulullah. Bahkan dalam hadis pernah disebutkan;

Yang artinya, “Aku telah melihat Tuhanku dalam rupa yang paling baik.” (Hadis).

“AWALUDDIN MA’RIFATULLAH”  Artinya : Awal Agama mengenal Allah. Paling wajib dan paling bermakna dalam kehidupan seseorang itu ialah apabila ia mempunyai agama.

Hadis Qudsi: Awaluddin Marifatullah
artinya: Awal beragama mengenal Allah, dan Bermula sembah itu Atas kenal marifat kepada Allah.  Seperti Nabi,  sahabat,  Dan Wali Allah dan hamba Allah Yang Mukarabin aridillah,  hanya memperdalam mencari ke jenjang yang lebih baik dan tepat mengenal Allah .

Sabda Rasulullah Saw, bermaksud : “Maha Suci Engkau ya Allah, tiada kami mengenal akan Dikau dengan sebenar-benarnya melainkan dengan ma’rifat Engkau.”

Marifat adalah nikmat yang teramat besar. Namun, kenikmatan  syurga tiada sebanding  dengan nikmat menatap wajah Allah secara langsung. Itulah puncak dari segala puncak kenikmatan dan kebahagiaan. Rasulullah s.a.w sendiri menjanjikan hal ini dan baginda pernah menyebut bahawa umatnya akan dapat melihat Allah SWT di saat fana , maupun suraga, Kejahiranya Sangat Nampak Pada Hamba.

Ketamadunan dan kemuliaan hidup manusia itu diukur melalui agamanya. Sementara kemuliaan seseorang dalam beragama itu pula bergantung kepada sejauh mana dia kenal akan Tuhannya. Kalau seseorang itu tidak mengenali Tuhan yang menurunkan agama untuknya itu maka (akidah) itu tidak sah. Bagaimana bijak pum dia membaca ayat-ayat Tuhannya, tetapi kalau dia sendiri tidak kenal Tuhannya, ayat-ayat dibacanya itu sedikit pun tidak memberi apa-apa erti kepadanya. Dan taraf hidupnya juga tidak ubah seperti burung tiong yang pandai bersiul tetapi tidak tahu makna siulannya.

Justeru itu tugas untuk mengenali Allah bukan tugas yang ringan dan boleh diremeh-temehkan. Tugas mengenali Tuhan, adalah tugas zahir dan batin yang amat sulit dalam kehidupan manusia.
Tugas mengenal Tuhanlah tugas yang berat sekali. Lantaran itu terbit Hadis yang bermaksud “Awal-awal agama itu mengenal Allah”.

Kenapa susah untuk mengenali Tuhan?
Ini keran Allah (Tuhan) itu tidak berbentuk, berhuruf (mempunyai) berwarna dan bertentangan dengan sifat-sifat zahir alam ini kerana ia berdiri di atas sifat “mukholafatuhulilhawadis” Bersalahan dengan yang baharu.

Dan firman-Nya di dalam Surah As-Syura ayat 11, bermaksud :
 “... Laisa Kamitslihi Syai’un.” (Q.S Asy Syu'araa': 11)
Artinya: “... Tiada sesuatu pun yang menyerupai Allah.”

Kalau silap pegangan dan pemahaman menyebabkan kita syirik dengan Allah ataupun menjadikan kita bertuhan kepada diri sendiri. Justeru itu tidak ada sesiapa di dalam dunia ini telah mengaku dapat berjumpa dengan Allah melainkan setakat kenal (dengan ilmu) pada Zat, Sifat, Asma dan Afa’alNya sahaja. Zat Allah pun tidak siapa kenal dengan pastinya.

Sabda Rasulullah Saw, bermaksud: “Maha Suci Engkau ya Allah, tiada kami mengenal akan Dikau dengan sebenar-benarnya melainkan dengan ma’rifat Engkau.”

Selain daripada Nabi Besar Muhammad Saw. dan para Rasul lain, tidak ada manusia yang dapat melihat Nur Allah secara pasti atau dalam bentuk penglihatan biasa. Tidak mungkin bagi manusia biasa yang tidak terpilih, diistimewakan dapat berjumpa dengan Allah seperti mana yang pernah berlaku kepada Rasul-rasulNya dan para Nabi-nabiNya.

Dari Abu Zar r.a. katanya aku bertanya kepada Rasulullah Saw, bermaksud: “Adakah anda melihat Allah? Jawab beliau,…”Dia maha cahaya bagaimana aku boleh melihatNya.” (Bukhari & Muslim)
Begitu juga dengan Nabi Musa a.s. Allah baru sahaja memancarkan NurNya ke bukit Tursina beliau sudah tidak tahan dan tidak sanggup untuk menyaksinya.
Seluruh bukit Tursina hancur lebur dan hangus.

Firman Allah Ta’ala; “Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan kami) pada waktu yang telah kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkata Musa, “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku, agar dapat aku melihat kepada Engkau.” (Q.S Al-Araf: 143)

Sedangkan melihat Allah di akhirat bagi orang yang mukmin itu adalah wajib adanya. Hal itu disebutkan dalam kitab ALFAT-TUR RABBANI oleh Syekh Abdul Qadir Jailani yang menyebutkan, “Melihat pada hari ini – yaitu makhluk kepada Tuhannya – hanyalah pada mata hatinya, dan besok pada hari kiamat dengan mata kepalanya.”

Nabi bersabda, “Aku bertanya pada malaikat Jibril, ‘Pernahkah engkau melihat Tuhanmu ya Jibril?’ Jibril menjawab, ‘bahwa antara saya dan Tuhan ada 70 lapis dinding dari cahaya. Dan bila saya melihat pada lapisan yang paling luar saja maka saya pasti terbakar.” (HR. Tabrani).

Kebenaran perkara ini tidak dapat disangkal. Ia benar-benar terjadi sebagaimana yang disebut dalam al-Quran surah an-Najm 13-18.

“Dan Sesungguhnya Muhammad Telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,   (yaitu) di Sidratil Muntaha[1430]. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal,  (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia Telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (Q.S An Najm: 13-18)

[1430]  Sidratul Muntaha adalah tempat yang paling tinggi, di atas langit ke-7, yang Telah dikunjungi nabi ketika Mi'raj.

Selain bagi mengesahkan pertemuan Nabi Muhammad dengan malaikat Jibrail pada rupanya yang asal, ayat ini juga sebagai mengesahkan mengenai pertemuan agung antara Nabi SAW dengan Allah Rabbul Jalil secara bersemuka. 

Inilah keistimewaan Nabi Muhammad dapat bertemu dengan Allah dalam keadaan jaga dan bersemuka walaupun pertemuan tersebut tidak turut dihadiri oleh malaikat Jibrail. 

Sebelum itu Jibrail telah meminta Nabi Muhammad mara ke hadapan yaitu memasuki Sidratul Muntaha, tempat sangat luar biasa yang tidak akan mampu terfikir oleh manusia biasa. 

Apabila Nabi Muhammad turut mengajak malaikat Jibrail untuk bersama-sama dengan baginda, Jibrail berkata: "Kalau aku selangkah mara ke hadapan, maka aku akan hangus terbakar."

Lalu di hadapan Allah itu yang dikatakan jaraknya hanyalah 'dua busur panah' atau lebih dekat lagi dari itu, Nabi Muhammad diperintahkan sembahyang 50 waktu sehari semalam.

Ia itu ibadat menyembah-Nya untuk dilakukan oleh Nabi Muhammad dan seluruh umat baginda setiap hari.
Berbanding ibadat lain yang difardukan melalui turunnya wahyu yang disampaikan oleh malaikat Jibrail namun ibadat solat adalah perintah secara langsung daripada Allah. 

Sebab itu di hari kiamat perkara pertama yang ditanyakan oleh Allah terhadap setiap individu umat Islam ialah mengenai perihal solatnya. 

Segala amalan kebaikan dan kebajikan yang lain seolah-olah tidak bermakna jika seseorang itu mengabai dan meninggalkan solat secara sengaja. 

Selepas pertemuan itu, Nabi Muhammad pun turun ke langit ke enam dan bertemu semula dengan Nabi Musa yang bertanyakan mengenai hasil pertemuan baginda dengan Allah. 

"Apa yang Allah perintahkan untuk umat kamu wahai Muhammad," tanya Nabi Musa.
"Allah memerintahkan aku dan umatku supaya mendirikan solat 50 fardu waktu sehari semalam," jawab Nabi Muhammad. 

Musa pun berkata lagi: "Kaum Israel pernah diperintahkan kurang daripada itu tetapi itupun mereka tidak mampu laksanakan. Kamu naiklah lagi dan minta Allah ringankan (kurang jumlah fardu) solat itu."

Sesetengah riwayat menceritakan baginda terpaksa berulang kali menemui Allah semula bagi tujuan untuk meringankan jumlah fardu solat itu. Sehinggalah akhirnya ditetapkan ibadat solat itu difardukan 5 (lima) kali sehari tanpa boleh dikurangkan lagi. 

Itu pun Nabi Musa tetap menggesa Nabi Muhammad dikurangkan lagi lima waktu itu.
Lalu baginda pun berkata: "Aku rasa malu dengan tuhanku, namun aku reda dan aku menyerah diri."
Sepanjang mikraj itu juga Nabi Muhammad diperlihatkan dengan pelbagai kehidupan di alam akhirat, iaitu alam yang kekal bakal didiami oleh seluruh umat manusia. 

Turut diperlihatkan ialah pelbagai gambaran bentuk pembalasan terhadap apa juga amalan yang dilakukan oleh manusia semasa hidup mereka di dunia. 

Namun yang paling berkesan pada baginda yang diceritakan kepada para pengikutnya ialah mengenai gambaran syurga dan neraka. 

Apa pun gambaran mengenai syurga dan neraka tersebut, namun yang jelas kedua-duanya wujud di akhirat sebagaimana yang disebut berkali-kali dalam al-Quran. 

Namun itu pun masih tidak dapat dipercayai oleh sesetengah pihak.
Jadi apabila Nabi Muhammad telah melihatnya sendiri dengan mata kepala baginda, adakah kita masih tidak mempercayainya lagi?



20 Sifat Wajib dan Mustahil Bagi Allah 
Apa itu sifat 20? Sifat 20 Wajib dan Mustahil Bagi Allah yaitu sifat-sifat Allah yang Wajib diketahui bagi kaum Muslimin dan Muslimat.
Pengertian Sifat-Sifat Allah
Sifat-sifat Allah adalah sif at sempurna yang yang tidak terhingga bagi Allah. Sifat -sifat Allah wajib bagi setiap muslim mempercayai bahwa terdapat beberapa sifat kesempurnaan yang tidak terhingga bagi Allah. Maka, wajib juga dipercayai akan sifat Allah yang dua puluh dan perlu diket ahui juga sifat yang mustahil bagi Allah. Sif at yang must ahil bagi Allah merupakan lawan kepada sif at wajib.

Sifat wajib terbagi empat bagian yaitu nafsiah, salbiah, ma’ani atau ma’nawiah.


Sifat-Sifat Wajib Allah
Sifat wajib Allah adalah sifat yang pasti ada pada Allah. Berikut dibawah ini adalah sifat -sifat allah yang wajib:

20 Sifat Wajib Bagi Allah:
  1. Wujud artinya Ada
  2. Qidam artinya Terdahulu
  3. Baqa artinya Kekal
  4. Mukhalafatuhu lilhawadits artinya Tidak sama dengan Makhluk
  5. Qiyamuhu Binafsihi artinya tidak berhajat kepada Makhluk-Nya
  6. Wahdaniyah artinya Esa,Tunggal
  7. Qudrat artinya Kuasa
  8. Iradat artinya Berkehendak
  9. Ilmu artinya Mengetahui
  10. Hayat artinya Hidup
  11. Sama' artinya Mendengar
  12. Bashar artinya Melihat
  13. Kalam artinya Berkata-kata
  14. Kaunuhu Qodirun artinya Keadaannya yang Kuasa
  15. Kaunuhu Muridun artinya Keadaannya yang Berkehendak
  16. Kaunuhu 'Alimun artinya Keadaannya yang Mengetahui
  17. Kaunuhu Hayyun artinya Keadaannya yang Hidup
  18. Kaunuhu Sami'un artinya Keadaannya yang Mendengar
  19. Kaunuhu Bashirun artinya Keadaannya yang Melihat
  20. Kaunuhu Muttakallimun artinya Keadaannya yang Berkata-kata.

PEMBAHASAN
1. Wujud (Ada)
Adanya Allah itu bukan karena ada yang mengadakan atau menciptakan, tetapi Allah itu ada dengan zat -Nya sendiri.

Dalil Aqli sifat Wujud
Adanya semesta alam yang kita lihat sudah cukup dijadikan sebagai alasan adanya Allah, sebab tidak masuk akal seandainya ada sesuatu yang dibuat tanpa ada yang membuatnya.

Dalil Naqli sif at Wujud

Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at[1189]. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? (Q.S As Sajdah: 4)

[1188]  bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucian-Nya.
[1189]  Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.

2. Qidam (Dahulu/Awal)
Sifat Allah ini menandakan bahwa Allah Swt sebagai Pencipta lebih dulu ada daripada semesta alam dan isinya yang Ia ciptakan.

Dalil aqli sifat Qidam
Seandainya Allah tidak qodim, mesti Allah hadits, sebab tidak ada penengah antara qodim dan hadits. Apabila Allah hadits makamesti membutuhkan muhdits (yang membuat) mislanya A, dan muhdits A mesti membutuhkan kepada Muhdits yang lain, misalnya B. Kemudian muhdits  B mesti membutuhkan muhdits yang lain juga, misalnya C. Begit ulah seterusnya. Apabila tiada ujungnya, maka dikatakan tasalsul (peristiwa berantau), dan apabila yang ujung membutuhkan kepada Allah maka dikatan daur (peristiwa berputar). Masing-masing dari tasalsul dan daur adalah must ahil menurut akal. Maka setiap yang mengakibat kan tasalsul dan daur, yait uhudutsnya Allah adalah mustahil, maka Allah wajib bersifat Qidam.

Dalil Naqli sif at Qidam
 “Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin[1452]; dan dia Maha mengetahui segala sesuatu. (Q.S Al Hadiid: 3)

[1452]  yang dimaksud dengan: yang Awal ialah, yang Telah ada sebelum segala sesuatu ada, yang Akhir ialah yang tetap ada setelah segala sesuatu musnah, yang Zhahir ialah, yang nyata adanya Karena banyak bukti- buktinya dan yang Bathin ialah yang tak dapat digambarkan hikmat zat-Nya oleh akal.

3. Baqa’(Kekal)
Allah Akan Kekal dan Abadi Selamanya, Kekalnya Allah Swt. tidak Berkesudahan.

Dalil Aqli sif at Baqa’
Seandainya Allah t idak wajib Baqo, yakni Wenang Allah Tiada, maka tidak akan disifati Qidam. Sedangkan Qidam tidak bisa dihilangkan dari Allah berdasarkan dalil yang telah lewat dalam sifat Qidam.

Dalil Naqli Sif at Baqa’
 ŸJanganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. bagi-Nyalah segala penentuan, dan Hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.(Q.S Al Qashash: 88)

4. Mukhalaf atuhu Lilhawadith (berbeda dengan Ciptaannya/Makhluknya)
Sifat ini menunjukkan bahwa Allah Swt. berbeda dengan hasil ciptaan-Nya. Coba kita perhat ikan tukang jahit hasil baju yang dijahit sendiri tidak mungkin sama dengan baju yang dibuat orang lain.

Dalil Aqli sif at mukhalaf ah lil hawadits
Apabila diperkirakan Allah menyamai sekalian makhluknya, niscaya Allah dalah baru (Hadits), sedangkan Allah baru adalah mustahil.

Dalil Naqli sif at mukhalaf ah lil hawadits
(Dia) Pencipta langit dan bumi. dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat. (Q.S Asy Syuura:11)
 
5. Qiyamuhu Binaf sihi (Allah Berdiri Sendiri)
 Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (Q.S Al Ikhlash:1-4)

Bahwa Allah Swt. itu berdiri dengan zat sendiri tanpa membutuhkan bantuan yang lain. Maksudnya, keberadaan Allah Swt. itu ada dengan sendirinya t idak ada yang mengadakan atau mencipt akan.
Contohnya, Allah SWT mencipt akan alam semest a ini karena kehendak sendiri t anpa minta pertolongan siapapun.

Dalil Aqli sif at Qiyamuhu Binaf sihi
Seadainya Allah membutuhkan dzat, niscaya Allah adalah sifat, sebab hanya sifatlah yang selalu membut uhkan dzat, sedangkan dzat selamanya t idak membut uhkan dzat lain untuk berdirinya.

Dan apabila Allah “Sifat ” adalah mustahil, sebab apabila Allah “sifat ”, maka Allah t idak akan disifati dengan sifat Ma’ani dan Ma’nawiyah, sedangkan sifat tersebut adalah termasuk sifat –sifat yang wajib bagi Allah berdasarkan dalil-dalil tertentu. Berarti apabila Allah tidak disifati dengan sifat Ma’ani dan Ma’nawiyah
adalah salah (Bathil), dan batal pula sesuatu yang mengakibatkannya, yaitu butuhnya Allah kepada dzat. Apabila batal butuhnya Allah kepada dzat maka tetap Maha kaya (istighna)nya Allah dari dzat.

Seandainya Allah membut uhkan sang pncipta, niscaya Allah baru (Hadts), sebab yang membut uhkan pencipt a hanyalah yang baru sedangkan dzat qodim t idak membut uhkannya. Dan must ahil Allah Hadits, karena segala sesuatu yang hadits harus membutuhkan sang pencipta (mujid) yang kelanjut annya akan mengakibatkan daur atau tasalul.

Dalil Naqli Sifat Qiamuhu Binafsihi
Dan barangsiapa yang berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.(Q.S Al 'Ankabuut: 6)

 6. Wahdaniyyah (Tunggal/Esa)
Bahwa Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa., baik itu Esa zat -Nya, sifat -Nya, maupun perbuatannya. Esa zat -Nya maksudnya zat Allah Swt. itu bukanlah hasil dari penjumlahan dan perkiraan atau penyatuan satu unsur dengan unsur yang lain mkenjadi satu.
Berbeda dengan mahluk, mahluk diciptakan dari berbagai unsur, seperti wujudnya
manusia, ada tulang, daging, kulit dan seterusnya. Esa sifat-Nya artinya semua sifat -sifat kesempurnaan bagi Allah Swt. tidak sama dengan sifat -sifat pada mahluk-Nya, seperti marah, malas dan sombong. Esa perbuatan-Nya berarti Allah Swt. berbuat sesuatu tidak dicampuri oleh perbuatan mahluk apapun dan tanpa membutuhkan proses atau tenggang wakt u. Allah Swt. berbuat karena kehendak-Nya sendiri tanpa ada yang menyuruh dan melarang.

Dalil Naqli


Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan. (Q.S Al Anbiyaa': 22)

7. Qudrat (Berkuasa)
Kekuasaan Allah SWT , atas segala sesuatu itu mutlak, tidak ada batasnya dan tidak ada yang membatasi, baik terhadap zat -Nya sendiri maupun terhadap makhluk-Nya. Berbeda dengan kekuasaan manusia ada batasnya dan ada yang membatasi.
 
Dalil Aqli sif at Qudrot
Dalilnya adalah adanya alam semesta. Proses penyusunan dalilnya, jika Allah tidak berkemampuan niscaya Allah lemah (‘Ajzun), dan apabila Allah lemah maka tidak akan mampu mencipt akan makhluk barang sedikit pun.

Dalil Naqli sif at Qudrot

Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. (Q.S Al Baqarah: 20)

“Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.”

8. Iradah (berkehendak)
Allah Swt mencipt akan alam beserta isinya atas kehendak-Nya sendiri, tanpa ada paksaan dari pihak lain atau campur tangan dari siapa pun Apapun yang Allah Swt kehendakin pasti terjadi, begitu juga setiap setiap Allah Swt t idak kehendaki pasti tidak terjadi. Berbeda dengan kehendak atau kemauan manusia, tidak sedikit manusia mempunyai keinginan, tetapi keinginan itu kandas di tengah jalan. Apabila manusia berkeinginan tanpa disertai dengan kehendak Allah Swt. Pasti keinginan itu tidak terwujud. Hal ini menunjukan bahwa manusia memiliki
keterbatasan, sedangkan Allah Swt memiliki kehendak yang tidak terbatas.

Dalil Aqli sif at Irodat .
Dalilnya adalah adanya alam semesta. Proses penyusunan dalil, seasndainya allah tidak bersifat berkehendak niscaya bersifat terpaksa (karohah), dan Allah bersifat terpaksa adalah must ahil karena tidak akan disifati qudrot , akan tetapi tidak disifatinya Allah dengan sifat qudrot adalah mustahil, sebab akanberakibat lemahnya Allah, sedangkan lemahnya Allah adalah mustahi, karena tidak akan mampu membuat makhluk barang sedikit pun.

Dalil Naqli sif at Irodat.
Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi[736], kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki.

[736]  alam akhirat juga mempunyai langit dan bumi tersendiri. (Q.S Huud: 107)

“Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana t erhadap apa yang dia kehendaki.”

9. Ilmu (Mengetahui)
Allah Swt memiliki pengetahuan atau kepandaian yang sangat sempurna, artinya ilmu Allah Swt itu tidak terbatas dan tidak pula dibat asi. Allah Swt mengetahui segala sesuatu yang ada di alam semesta, baik yang tampak maupun yang gaib. Bahkan, apa yang dirahasiakan didalam hati manusia sekali pun. Bukti kesempurnaan ilmu Allah Swt, ibarat air laut menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Allah Swt, tidak akan habis kalimat-kalimat tersebut meskipun mendat angkan tambahan air yang banyak seperti semula. Kita sering kagum atas kecerdasan dan ilmu yang dimiliki orang-orang pintar di dunia ini. Kita juga takjub akan indahnya karya dan canggihnya tekhnologi yang dicipt akan manusia. Sadarkah kita bahwa ilmu t ersebut hanyalah sebagian kecil saja yang diberikan Allah Swt kepada kita?.

Dalil Aqli sif at Ilmu
Dalilnya adalah adanya alam semesta. Proses penyusunan dalil, seandainya Allah tak berilmu niscaya tidak akan berkehendak, sedangkan allah tidak berkehendak
adalah mustahil, karena tidak akan disifati qudrot , akan tetapi Allah tidak disifati dengan qudrot adalah mustahil, sebab akan berakibat lemahnya Allah. Sedangkan lemahnya Allah adalah mustahil, karena tidak akan mampu membuat barang makhluk sedikit pun.

Dalil Naqli sif at Ilmu
Dan dia maha mengetahui segala sesuatu.



Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin[1452]; dan dia Maha mengetahui segala sesuatu. (QS.Al Hadid: 3)

[1452]  yang dimaksud dengan: yang Awal ialah, yang Telah ada sebelum segala sesuatu ada, yang Akhir ialah yang tetap ada setelah segala sesuatu musnah, yang Zhahir ialah, yang nyata adanya Karena banyak bukti- buktinya dan yang Bathin ialah yang tak dapat digambarkan hikmat zat-Nya oleh akal.

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.( QS. Al Baqaroh: 29)

 10. Hayat (Hidup)
Hidupnya Allah tidak ada yang menghidupkannya melainkan hidup dengan zat-Nya sendiri karena Allah Maha Sempurna, berbeda dengan makhluk yang dicipt akan-Nya.
Contohnya :
Manusia ada yang menghidupkan. Selain itu, mereka juga membutuhkan makanan, minuman, istirahat, tidur, dan sebagainya. Akan tetapi, hidupnya Allah Swt tidak membutuhkan semua itu. Allah Swt hidup selama-lamanya, tidak mengalami kematian bahkan mengantuk pun tidak.

Dalil Aqli sif at hayat
Dalilnya adanya alam semesta. Proses penyusunan dalil, seandainya Allah tidak hidup maka tidak akan disifati Qudrot, akan t et api Allah tidak disifati dengan Qudrot adalah mustahil, sebab akan berakibat lemahnya Allah, seangkan lemahnya Allah adalah mustahil, karena tidak akan mampu membuat alam semesta.

Dalil Naqli sif at Hayat
Firman Allah:

Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. dan cukuplah dia Maha mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya. (QS. Al-
Furqon: 58)


11. Sama’ (Mendengar)
Allah Swt mendengar setiap suara yang ada di alam semesta ini. Yidak ada suara yang terlepas dari pendengaran Allah Swt walaupun suara itu lemah dan pelan., sepert i suara bisikan hat i dan jiwa manusia. Pendengaran Allah Swt berbeda dengan pendengaran mahluk-Nya karena tidak terhalang oleh suatu apapun, sedangkan pendengaran mahluk-Nya dibat asi ruang dan waktu.

DALIL :
Katakanlah: "Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfaat?" dan Allah-lah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S Al Maidah :76)


12. Basar ( Melihat )
Allah Swt melihat segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. penglihat an Allah bersifat mutlak, artinya tidak dibatasi oleh jarak (jauh atau dekat ) dan tidak dapat dihalangi oleh dinding (tipis atau tebal).
Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini, kecil maupun besar, tampak atau tidak tampak, pasti semuanya terlihat oleh Allah Swt.

DALIL:

Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya Karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran Tinggi yang disiram oleh hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika hujan lebat tidak menyiraminya, Maka hujan gerimis (pun memadai). dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat. (Q.S al-Baqarah: 265)
           
Dengan memahami sifat besar Allah Swt hendaknya kita selalu berhati-hati dalam berbuat. Mungkin kita bisa berbohong kepada manusia, seperti orang tua, guru, atau teman. Akan tetapi kita tidak akan bisa berbohong kepada Allah Swt.

13. Kalam ( Berbicara / Berf irman )
Allah Swt bersifat kalam artinya Allah Swt berfirman dalam kitab-Nya yang diturunkan kepada para nabi dan rasul-Nya. Pembicaraan Allah Swt tentu tidak sama dengan pembicaraan manusia karena Allah Swt tidak berorgan (panca indra), seperti lidah dan mulut yang dimiliki oleh manusia. Allah Swt berbicara tanpa menggunkan alat bantu yang berbentuk apapun sebab sifat kalam Allah Swt sangat sempurna.
Sebagai bukti bahwa adanya wahyu Allah Swt berupa al qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dan kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para rasul sebelum Nabi Muhammad Saw.

DALIL :
Dan (Kami Telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh Telah kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Allah Telah berbicara kepada Musa dengan langsung[381]. (QS AnNisa’ :164)

[381]  Allah berbicara langsung dengan nabi Musa a.s. merupakan keistimewaan nabi Musa a.s., dan Karena nabi Musa a.s. disebut: Kalimullah sedang rasul-rasul yang lain mendapat wahyu dari Allah dengan perantaraan Jibril. dalam pada itu nabi Muhammad s.a.w. pernah berbicara secara langsung dengan Allah pada malam hari di waktu Mi'raj.

oleh karena it u kit a sebagai hamba Allah Swt hendaknya membiasakan diri mengucapkan kalimat-kalimat tayyibah, artinya kata-kat a yang mulia, seperti ketika kita berbuat salah, maka segeralah membaca istighfar.

14. Kaunuhu Qadirun
Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkuasa Mengadakan Dan Mentiadakan.

DALIL
Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. (QS. Al Baqarah :20).

15. Kaunuhu Muridun
Keadaan Allah T a’ala Yang Menghendaki dan menent ukan tiap-tiapsesuatu, Ia berkehendak atas nasib dan takdir manusia.

DALIL
Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi[736], kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki. (QS. Hud :107)
 
[736]  alam akhirat juga mempunyai langit dan bumi tersendiri.

 16. Kaunuhu ‘Alimun
Keadaan Allah Ta’ala Yang Mengetahui akan Tiap-tiap sesuatu, mengetahui segala hal yang telah terjadi maupun yang belum terjadi, Allah pun dapat mengetahui isi ha i dan pikiran manusia.

DALIL
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah)[387]. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.(QS. An Nisa’ :176)

[387]  kalalah ialah: seseorang mati yang tidak meninggalkan ayah dan anak.


17. Kaunuhu Hayyun
Keadaan Allah Ta’ala Yang Hidup, Allah adalah Dzat Yang Hidup, Allah tidak akan pernah mati, tidak akan pernah tidur ataupun lengah.

DALIL

Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. dan cukuplah dia Maha mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.(QS. Al Furqon :58)
18. Kaunuhu Sami’un
Keadaan Allah Ta’ala Yang Mendengar, Allah selalu mendengar pembicaraan manusia, permintaan atau doa hambaNya.

DALIL
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Baqoroh :256)

[162]  Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.


19. Kaunuhu Basirun
Keadaan Allah Ta’ala Yang Melihat akan tiap-tiap yang Maujudat (Benda yang ada). Allah selalu melihat gerak-gerik kita. Oleh karena itu, hendaknya kita selalu berbuat baik.

DALIL
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.(QS. Al Hujurat :18)

20. Kaunuhu Mutakallimun
Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkata-kata, Allah tidak bisu, Ia berbicara atau berfirman melalui ayat-ayat Al Quran.
Bila Al Quran menjadi pedoman hidup kita, maka kita telah patuh dan tunduk terhadap Allah Swt .




Sifat-Sifat Mustahil bagi Allah
Sifat Mustahil Bagi Allah artinya Sif at Yang T idak Mungkin ada pada Allah Swt

20 Sifat Mustahil Bagi Allah:
  1. 'Adam artinya Tiada
  2. Huduts artinya Baru (ada mempunyai permulaan)
  3. Fana artinya Binasa (ada mempunya kesudahan)
  4. Muamasyalatuhu lilhawadits artinya Bersamaan Allah bagi segala yang baru
  5. Al-layakuna Qaiman Binafsihi artinya Tiada berdiri Allah dengan sendirinya (berhajat kepada makhluk)
  6. At-Ta'addut artinya Berbilang-bilang / banyak (dua,tiga dst.)
  7. Al-Ajzazu artinya Lemah
  8. Al-Karahatu artinya Tertegah (tidak bisa menentukan)
  9. Al-Jahlu artinya Bodoh / Tidak mengetahui
  10. Al-Mautu artinya Mati
  11. Ash-shamamu artinya Tuli
  12. Al-'Amaa artinya Buta
  13. Al-Bakamu artinya Bisu
  14. Kaunuhu 'Aajizun artinya Keadaannya yang Lemah
  15. Kaunuhu Mukhrohun artinya Keadaannya yang Terpaksa
  16. Kaunuhu Jaahilun artinya Keadaannya yang Bodoh
  17. Kaunuhu Mayitun artinya Keadaannya yang Mati
  18. Kaunuhu Ash-shamun artinya Keadaanya yang Tuli
  19. Kaunuhu 'Amaa artinya Keadaannya yang Buta
  20. Kaunuhu Abkamun artinya Keadaannya yang Bisu.
AMAL
Sabda Nabi, artinya “Sebaik-baik amalan di sisi Allah yaitu yang dilakukan tetap walaupun sedikit.” (HR. Bukhari dan Muslim).


Sumber;
Al Qur’an
Hadis
Bahreisj, Hussein. (2003). KAMUS LENGKAP PENGETAHUAN ISLAM. Surabaya: Bintang Usaha Jaya


0 Response to "ALLAH"

Posting Komentar