ALLAH
Allah
yaitu Tuhan pencipta alam semesta dan segala isinya ini. Dan Allah
menyebutkannya dalam Al Qur’an.
“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh kami Telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. tetapi jika kamu kafir Maka (ketahuilah), Sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah[360] dan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.” (Q.S An Nisaa': 131)
“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh kami Telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. tetapi jika kamu kafir Maka (ketahuilah), Sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah[360] dan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.” (Q.S An Nisaa': 131)
[360] Maksudnya: kekafiran kamu itu tidak akan
mendatangkan kemudharatan sedikitpun kepada Allah, Karena Allah tidak berkehendak
kepadamu.
“WALILLAHI
MAFISSAMA WATIWAMA FIL ARDHI”
Artinya, Dan
kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi,
Istilah
Allah atau Tuhan itu diakui adanya oleh mereka yang beriman, beragama Islam.
Yahudi maupun Kristen. Sedangkan nama Allah dalam bahasa Ibrani disebut dengan
Yahwe, Adonai atau Elohim. Sedangkan para filosof mengakui adanya Tuhan
pencipta alam semesta ini bahwa alam semesta ini semua geraknya adalah
digerakkan oleh Allah semata, dan kemungkinan itulah yang disebutkan dalam Al
Qur’an dengan “Kun, fayakun.” Artinya
jadilah, maka hal itu lalu terjadi atau tercipta.
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu
hanyalah Berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia.” (Q.S Yaasiin:
82)
“Inama Amruhu Idza Arada Sya’ian An Yaqula Lahu Kun Fayakun”
Makna ayat ini
bukan berarti bahwa setiap Allah berkehendak menciptakan sesuatu, maka dia
berkata: “Kun”, dengan
huruf “Kaf” dan “Nun” yang artinya “Jadilah…!”. Karena seandainya
setiap berkehendak menciptakan sesuatu Allah harus berkata “Kun”, maka dalam setiap saat
perbuatan-Nya tidak ada yang lain kecuali hanya berkata-kata: “kun, kun, kun…”. Hal ini tentu
rancu.
Karena
sesungguhnya dalam waktu yang sesaat saja bagi kita, Allah maha Kuasa untuk
menciptakan segala sesuatu yang tidak terhitung jumlanya. Deburan ombak di
lautan, rontoknya dedaunan, tetesan air hujan, tumbuhnya tunas-tunas, kelahiran
bayi manusia, kelahiran anak hewan dari induknya, letusan gunung, sakitnya
manusia dan kematiannya, serta berbagai peristiwa lainnya, semua itu adalah
hal-hal yang telah dikehendaki Allah dan merupakan ciptaan-Nya. Semua perkara
tersebut bagi kita terjadi dalam hitungan yang sangat singkat, bisa terjadi
secara beruntun bahkan bersamaan.
Adapun sifat
perbuatan Allah sendiri (Shifat
al-Fi’il) tidak terikat oleh waktu. Allah menciptakan segala sesuatu,
sifat perbuatan-Nya atau sifat menciptakan-Nya tersebut tidak boleh dikatakan
“di masa lampau”, “di masa sekarang”, atau “di masa mendatang”. Sebab perbuatan Allah itu azali, tidak
seperti perbuatan makhluk yang baharu.
Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam
bersabda: “Allah ada pada azal (Ada tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun
selain-Nya”. (H.R. al-Bukhari, al-Bayhaqi dan Ibn al-Jarud)
Perbuatan Allah
tidak terikat oleh waktu, dan tidak dengan mempergunakan alat-alat. Benar,
segala kejadian yang terjadi pada alam ini semuanya baharu, semuanya diciptakan
oleh Allah, namun sifat perbuatan Allah atau sifat menciptakan Allah (Shifat
al-Fi’il) tidak boleh dikatakan baharu.
Kemudian dari
pada itu, kata “Kun” adalah bahasa Arab yang merupakan ciptaan Allah
(al-Makhluk). Sedangkan Allah adalah Pencipta (Khaliq) bagi segala bahasa. Maka
bagaimana mungkin Allah sebagai al-Khaliq membutuhkan kepada ciptaan-Nya
sendiri (al-Makhluq)?! Seandainya Kalam Allah merupakan bahasa, tersusun dari
huruf-huruf, dan merupakan suara, maka berarti sebelum Allah menciptakan bahasa
Dia diam; tidak memiliki sifat Kalam, dan Allah baru memiliki sifat Kalam
setelah Dia menciptakan bahasa-bahasa tersebut. Bila seperti ini maka berarti Allah
baharu, persis seperti makhluk-Nya, karena Dia berubah dari satu keadaan kepada
keadaan yang lain. Tentu hal
seperti ini mustahil atas Allah.
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. dia
menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis
binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak
dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang
Maha mendengar dan Melihat.” (Q.S Asy
Syuura: 11)
“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun
dari makhluk-Nya, dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”.
Dengan demikian
makna yang benar dari ayat dalam Q.S Yasin: 82 diatas adalah sebagai ungkapan
bahwa Allah maha Kuasa untuk menciptakan segala sesuatu tanpa lelah, tanpa
kesulitan, dan tanpa ada siapapun yang dapat menghalangi-Nya. Dengan kata lain,
bahwa bagi Allah sangat mudah untuk menciptakan segala sesuatu yang Ia
kehendaki, sesuatu tersebut dengan cepat akan terjadi, tanpa ada penundaan
sedikitpun dari waktu yang Ia kehendakinya.
Bahkan
di masa jahiliah bahwa di antara mereka telah ada kepercayaan kepada adanya
Tuhan Allah, tetapi mereka telah membuat pula patung-patung yang diciptakan
dengan tangan mereka sendiri lalu disembah, dan yang demikian mereka telah
berbuat sesuatu yang berbentuk syirik. Artinya menyerupakan sesuatu dengan
Allah. Pandangan ini disebut sebagai pandangan kafir. Bahkan islam tidak
menyetujui pandangan yang menyebutkan bahwa Nabi Isa itu Tuhan. Sebab Allah
tidaklah sama dengan makhluk-Nya. Sebab Allah itu Maha Esa, sebagaiman yang hal
itu tercantum dalam Al Qur’an surat Al Ikhlas.
“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah
Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak
pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (Q.S Al
Ikhlas:1-4)
Dan
jika kita ingin mengetahui keberadaan Tuhan Allah di alam semesta ini maka
keterangan yang lebih meyakinkan adalah dengan apa yang difirmankan Allah dalam
Al Qur’an sebagai kitab suci-Nya di antaranya Allah Swt. berfirman:
“Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang
lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya.
janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis
dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka
Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Q.S Al Baqarah:
282)
[179] Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang
piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.
“Pada hari
ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu
(juga) kejahatan yang Telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia
dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap
siksa-Nya. dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.” (Q.S Ali 'Imran:
30)
“Kemudian
setelah kamu berdukacita, Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk
yang meliputi segolongan dari pada kamu[241], sedang segolongan lagi[242] Telah
dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap
Allah seperti sangkaan jahiliyah[243]. mereka berkata: "Apakah ada bagi
kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?". Katakanlah:
"Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah". mereka
menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu;
mereka berkata: "Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur
tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di
sini". Katakanlah: "Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya
orang-orang yang Telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke
tempat mereka terbunuh". dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa
yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha
mengetahui isi hati.” (Q.S Ali
'Imran: 154)
[241] yaitu: orang-orang Islam yang Kuat
keyakinannya.
[242] yaitu: orang-orang Islam yang masih
ragu-ragu.
[243] ialah: sangkaan bahwa kalau Muhammad s.a.w.
itu benar-benar nabi dan Rasul Allah, tentu dia tidak akan dapat dikalahkan
dalam peperangan.
“Kepunyaan
Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala
sesuatu.”
(Q.S Ali 'Imran: 189)
“... Dan Allah
mengetahui segala sesuatu maha mengetahui.” (Q.S Al Baqarah: 282). “... dan
Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.” (Q.S Ali 'Imran: 30). “... Allah Maha mengetahui isi hati.”
(Q.S Ali
'Imran: 154). “Kepunyaan
Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala
sesuatu.”
(Q.S Ali 'Imran: 189)
“Dan Allah
mengetahui segala sesuatu maha mengetahui.” Dengan demikian banyak sekali
ayat-ayat Al Qur’an yang menunjukkan adanya Allah, hasil ciptaan-Nya dan segala
sifat-Nya. Dan Allah telah mengutus para Rasul-Nya agar manusia di Bumi ini
beriman kepada Allah, bersyukur atas nikmat yang diberikan-Nya dengan janji-Nya
bahwa mereka yang berbuat baik akan masuk sorga, dan yang berbuat buruk diberi
janji dengan neraka.
MELIHAT
ALLAH
Menurut
akal bahawa Allah itu dapat dilihat dengan mata kepala atau penglihatan, sebab
Allah itu Maha Ada. Dan setiap barang yang ada tentunya dapat dilihat atau
dirasakan. Tetapi melihat Allah ketika di dunia tidak dapat terjadi sebab Allah
itu Maha Agung. Dikecualikan hal itu Rasulullah. Bahkan dalam hadis pernah
disebutkan;
Yang
artinya, “Aku telah melihat Tuhanku dalam
rupa yang paling baik.” (Hadis).
“AWALUDDIN
MA’RIFATULLAH” Artinya : Awal Agama
mengenal Allah.
Paling wajib dan paling bermakna dalam kehidupan seseorang itu ialah apabila ia
mempunyai agama.
Hadis Qudsi:
Awaluddin Marifatullah
artinya: Awal
beragama mengenal Allah, dan Bermula sembah itu Atas kenal marifat kepada
Allah. Seperti Nabi, sahabat,
Dan Wali Allah dan hamba Allah Yang Mukarabin aridillah, hanya memperdalam mencari ke jenjang yang
lebih baik dan tepat mengenal Allah .
Sabda Rasulullah Saw, bermaksud : “Maha Suci
Engkau ya Allah, tiada kami mengenal akan Dikau dengan sebenar-benarnya
melainkan dengan ma’rifat Engkau.”
Marifat adalah
nikmat yang teramat besar. Namun, kenikmatan
syurga tiada sebanding dengan
nikmat menatap wajah Allah secara langsung. Itulah puncak dari segala puncak
kenikmatan dan kebahagiaan. Rasulullah s.a.w sendiri menjanjikan hal ini dan
baginda pernah menyebut bahawa umatnya akan dapat melihat Allah SWT di saat
fana , maupun suraga, Kejahiranya Sangat Nampak Pada Hamba.
Ketamadunan dan kemuliaan hidup manusia itu
diukur melalui agamanya. Sementara kemuliaan seseorang dalam beragama itu pula
bergantung kepada sejauh mana dia kenal akan Tuhannya. Kalau seseorang itu
tidak mengenali Tuhan yang menurunkan agama untuknya itu maka (akidah) itu
tidak sah. Bagaimana bijak pum dia membaca ayat-ayat Tuhannya, tetapi kalau dia
sendiri tidak kenal Tuhannya, ayat-ayat dibacanya itu sedikit pun tidak memberi
apa-apa erti kepadanya. Dan taraf hidupnya juga tidak ubah seperti burung tiong
yang pandai bersiul tetapi tidak tahu makna siulannya.
Justeru itu tugas untuk mengenali Allah bukan
tugas yang ringan dan boleh diremeh-temehkan. Tugas mengenali Tuhan, adalah
tugas zahir dan batin yang amat sulit dalam kehidupan manusia.
Tugas mengenal Tuhanlah tugas yang berat sekali.
Lantaran itu terbit Hadis yang bermaksud “Awal-awal agama itu mengenal Allah”.
Kenapa susah
untuk mengenali Tuhan?
Ini keran Allah
(Tuhan) itu tidak berbentuk, berhuruf (mempunyai) berwarna dan bertentangan
dengan sifat-sifat zahir alam ini kerana ia berdiri di atas sifat
“mukholafatuhulilhawadis” Bersalahan dengan yang baharu.
Dan firman-Nya di dalam Surah As-Syura ayat 11, bermaksud :
“... Laisa Kamitslihi Syai’un.” (Q.S Asy Syu'araa': 11)
Artinya: “... Tiada sesuatu pun yang menyerupai Allah.”
Kalau silap pegangan dan pemahaman menyebabkan
kita syirik dengan Allah ataupun menjadikan kita bertuhan kepada diri sendiri.
Justeru itu tidak ada sesiapa di dalam dunia ini telah mengaku dapat berjumpa
dengan Allah melainkan setakat kenal (dengan ilmu) pada Zat, Sifat, Asma dan
Afa’alNya sahaja. Zat Allah pun tidak siapa kenal dengan pastinya.
Sabda Rasulullah Saw, bermaksud: “Maha Suci
Engkau ya Allah, tiada kami mengenal akan Dikau dengan sebenar-benarnya melainkan
dengan ma’rifat Engkau.”
Selain daripada Nabi Besar Muhammad Saw. dan para
Rasul lain, tidak ada manusia yang dapat melihat Nur Allah secara pasti atau
dalam bentuk penglihatan biasa. Tidak mungkin bagi manusia biasa yang tidak
terpilih, diistimewakan dapat berjumpa dengan Allah seperti mana yang pernah
berlaku kepada Rasul-rasulNya dan para Nabi-nabiNya.
Dari Abu Zar r.a. katanya aku bertanya kepada
Rasulullah Saw, bermaksud: “Adakah anda melihat Allah? Jawab beliau,…”Dia maha
cahaya bagaimana aku boleh melihatNya.” (Bukhari & Muslim)
Begitu juga dengan Nabi Musa a.s. Allah baru
sahaja memancarkan NurNya ke bukit Tursina beliau sudah tidak tahan dan tidak
sanggup untuk menyaksinya.
Seluruh bukit Tursina hancur lebur dan hangus.
Firman Allah Ta’ala; “Dan tatkala Musa datang
untuk (munajat dengan kami) pada waktu yang telah kami tentukan dan Tuhan telah
berfirman (langsung) kepadanya, berkata Musa, “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri
Engkau) kepadaku, agar dapat aku melihat kepada Engkau.” (Q.S Al-Araf: 143)
Sedangkan
melihat Allah di akhirat bagi orang yang mukmin itu adalah wajib adanya. Hal
itu disebutkan dalam kitab ALFAT-TUR RABBANI oleh Syekh Abdul Qadir Jailani
yang menyebutkan, “Melihat pada hari ini
– yaitu makhluk kepada Tuhannya – hanyalah pada mata hatinya, dan besok pada
hari kiamat dengan mata kepalanya.”
Nabi
bersabda, “Aku bertanya pada malaikat
Jibril, ‘Pernahkah engkau melihat Tuhanmu ya Jibril?’ Jibril menjawab, ‘bahwa
antara saya dan Tuhan ada 70 lapis dinding dari cahaya. Dan bila saya melihat
pada lapisan yang paling luar saja maka saya pasti terbakar.” (HR.
Tabrani).
Kebenaran perkara ini tidak dapat disangkal. Ia
benar-benar terjadi sebagaimana yang disebut dalam al-Quran surah an-Najm
13-18.
“Dan Sesungguhnya Muhammad Telah melihat Jibril
itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha[1430]. Di
dekatnya ada syurga tempat tinggal, (Muhammad
melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak
(pula) melampauinya. Sesungguhnya dia Telah melihat sebahagian tanda-tanda
(kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (Q.S An Najm: 13-18)
[1430]
Sidratul Muntaha adalah tempat yang paling tinggi, di atas langit ke-7,
yang Telah dikunjungi nabi ketika Mi'raj.
Selain bagi mengesahkan pertemuan Nabi Muhammad
dengan malaikat Jibrail pada rupanya yang asal, ayat ini juga sebagai
mengesahkan mengenai pertemuan agung antara Nabi SAW dengan Allah Rabbul
Jalil secara bersemuka.
Inilah keistimewaan Nabi Muhammad dapat bertemu
dengan Allah dalam keadaan jaga dan bersemuka walaupun pertemuan tersebut tidak
turut dihadiri oleh malaikat Jibrail.
Sebelum itu Jibrail telah meminta Nabi Muhammad
mara ke hadapan yaitu memasuki Sidratul Muntaha, tempat sangat luar biasa yang
tidak akan mampu terfikir oleh manusia biasa.
Apabila Nabi Muhammad turut mengajak malaikat
Jibrail untuk bersama-sama dengan baginda, Jibrail berkata: "Kalau aku selangkah
mara ke hadapan, maka aku akan hangus terbakar."
Lalu di hadapan Allah itu yang dikatakan jaraknya
hanyalah 'dua busur panah' atau lebih dekat lagi dari itu, Nabi Muhammad
diperintahkan sembahyang 50 waktu sehari semalam.
Ia itu ibadat menyembah-Nya untuk dilakukan oleh
Nabi Muhammad dan seluruh umat baginda setiap hari.
Berbanding ibadat lain yang difardukan melalui
turunnya wahyu yang disampaikan oleh malaikat Jibrail namun ibadat solat adalah
perintah secara langsung daripada Allah.
Sebab itu di hari kiamat perkara pertama yang
ditanyakan oleh Allah terhadap setiap individu umat Islam ialah mengenai
perihal solatnya.
Segala amalan kebaikan dan kebajikan yang lain
seolah-olah tidak bermakna jika seseorang itu mengabai dan meninggalkan solat
secara sengaja.
Selepas pertemuan itu, Nabi Muhammad pun turun ke
langit ke enam dan bertemu semula dengan Nabi Musa yang bertanyakan mengenai
hasil pertemuan baginda dengan Allah.
"Apa yang Allah perintahkan untuk umat kamu
wahai Muhammad," tanya Nabi Musa.
"Allah memerintahkan aku dan umatku supaya
mendirikan solat 50 fardu waktu sehari semalam," jawab Nabi Muhammad.
Musa pun berkata lagi: "Kaum Israel pernah
diperintahkan kurang daripada itu tetapi itupun mereka tidak mampu laksanakan.
Kamu naiklah lagi dan minta Allah ringankan (kurang jumlah fardu) solat
itu."
Sesetengah riwayat menceritakan baginda terpaksa
berulang kali menemui Allah semula bagi tujuan untuk meringankan jumlah fardu
solat itu. Sehinggalah akhirnya ditetapkan ibadat solat itu difardukan 5 (lima)
kali sehari tanpa boleh dikurangkan lagi.
Itu pun Nabi Musa tetap menggesa Nabi Muhammad
dikurangkan lagi lima waktu itu.
Lalu baginda pun berkata: "Aku rasa malu
dengan tuhanku, namun aku reda dan aku menyerah diri."
Sepanjang mikraj itu juga Nabi Muhammad
diperlihatkan dengan pelbagai kehidupan di alam akhirat, iaitu alam yang kekal
bakal didiami oleh seluruh umat manusia.
Turut diperlihatkan ialah pelbagai gambaran
bentuk pembalasan terhadap apa juga amalan yang dilakukan oleh manusia semasa hidup
mereka di dunia.
Namun yang paling berkesan pada baginda yang
diceritakan kepada para pengikutnya ialah mengenai gambaran syurga dan neraka.
Apa pun gambaran mengenai syurga dan neraka
tersebut, namun yang jelas kedua-duanya wujud di akhirat sebagaimana yang
disebut berkali-kali dalam al-Quran.
Namun itu pun masih tidak dapat dipercayai oleh
sesetengah pihak.
Jadi apabila Nabi Muhammad telah melihatnya
sendiri dengan mata kepala baginda, adakah kita masih tidak mempercayainya
lagi?
“Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan
apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di
atas 'Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun
dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at[1189]. Maka apakah kamu tidak
memperhatikan?” (Q.S As Sajdah: 4)
20 Sifat
Wajib dan Mustahil Bagi Allah
Apa itu sifat 20? Sifat 20 Wajib dan Mustahil Bagi Allah
yaitu sifat-sifat Allah yang Wajib diketahui bagi kaum Muslimin dan
Muslimat.
Pengertian Sifat-Sifat Allah
Sifat-sifat
Allah adalah sif at sempurna yang yang tidak terhingga bagi Allah. Sifat
-sifat Allah wajib bagi setiap muslim mempercayai bahwa terdapat beberapa sifat
kesempurnaan yang tidak terhingga bagi Allah. Maka, wajib juga dipercayai akan
sifat Allah yang dua puluh dan perlu diket ahui juga sifat yang mustahil bagi Allah.
Sif at yang must ahil bagi Allah merupakan lawan kepada sif at wajib.
Sifat
wajib terbagi empat bagian yaitu nafsiah, salbiah, ma’ani atau ma’nawiah.
Sifat-Sifat Wajib Allah
Sifat
wajib Allah adalah sifat yang pasti ada pada Allah. Berikut dibawah ini adalah
sifat -sifat allah yang wajib:
20 Sifat
Wajib Bagi Allah:
- Wujud artinya Ada
- Qidam artinya Terdahulu
- Baqa artinya Kekal
- Mukhalafatuhu lilhawadits artinya Tidak sama dengan Makhluk
- Qiyamuhu Binafsihi artinya tidak berhajat kepada Makhluk-Nya
- Wahdaniyah artinya Esa,Tunggal
- Qudrat artinya Kuasa
- Iradat artinya Berkehendak
- Ilmu artinya Mengetahui
- Hayat artinya Hidup
- Sama' artinya Mendengar
- Bashar artinya Melihat
- Kalam artinya Berkata-kata
- Kaunuhu Qodirun artinya Keadaannya yang Kuasa
- Kaunuhu Muridun artinya Keadaannya yang Berkehendak
- Kaunuhu 'Alimun artinya Keadaannya yang Mengetahui
- Kaunuhu Hayyun artinya Keadaannya yang Hidup
- Kaunuhu Sami'un artinya Keadaannya yang Mendengar
- Kaunuhu Bashirun artinya Keadaannya yang Melihat
- Kaunuhu Muttakallimun artinya Keadaannya yang Berkata-kata.
PEMBAHASAN
1. Wujud
(Ada)
Adanya
Allah itu bukan karena ada yang mengadakan atau menciptakan, tetapi Allah itu
ada dengan zat -Nya sendiri.
Dalil
Aqli sifat Wujud
Adanya
semesta alam yang kita lihat sudah cukup dijadikan sebagai alasan adanya Allah,
sebab tidak masuk akal seandainya ada sesuatu yang dibuat tanpa ada yang
membuatnya.
Dalil
Naqli sif at Wujud
[1188] bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat
Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucian-Nya.
[1189] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan
sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang
lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi
orang-orang kafir.
2. Qidam
(Dahulu/Awal)
Sifat
Allah ini menandakan bahwa Allah Swt sebagai Pencipta lebih dulu ada daripada
semesta alam dan isinya yang Ia ciptakan.
Dalil
aqli sifat Qidam
Seandainya
Allah tidak qodim, mesti Allah hadits, sebab tidak ada penengah antara qodim
dan hadits. Apabila Allah hadits makamesti membutuhkan muhdits (yang membuat)
mislanya A, dan muhdits A mesti membutuhkan kepada Muhdits yang lain, misalnya
B. Kemudian muhdits B mesti membutuhkan
muhdits yang lain juga, misalnya C. Begit ulah seterusnya. Apabila tiada
ujungnya, maka dikatakan tasalsul (peristiwa berantau), dan apabila yang ujung
membutuhkan kepada Allah maka dikatan daur (peristiwa berputar). Masing-masing
dari tasalsul dan daur adalah must ahil menurut akal. Maka setiap yang
mengakibat kan tasalsul dan daur, yait uhudutsnya Allah adalah mustahil, maka
Allah wajib bersifat Qidam.
Dalil
Naqli sif at Qidam
“Dialah yang Awal dan yang
akhir yang Zhahir dan yang Bathin[1452]; dan dia Maha mengetahui segala
sesuatu.” (Q.S Al Hadiid: 3)
[1452] yang dimaksud dengan: yang Awal ialah, yang
Telah ada sebelum segala sesuatu ada, yang Akhir ialah yang tetap ada setelah
segala sesuatu musnah, yang Zhahir ialah, yang nyata adanya Karena banyak
bukti- buktinya dan yang Bathin ialah yang tak dapat digambarkan hikmat zat-Nya
oleh akal.
3. Baqa’(Kekal)
Allah
Akan Kekal dan Abadi Selamanya, Kekalnya Allah Swt. tidak Berkesudahan.
Dalil
Aqli sif at Baqa’
Seandainya
Allah t idak wajib Baqo, yakni Wenang Allah Tiada, maka tidak akan disifati
Qidam. Sedangkan Qidam tidak bisa dihilangkan dari Allah berdasarkan dalil yang
telah lewat dalam sifat Qidam.
Dalil
Naqli Sif at Baqa’
“Janganlah kamu sembah di
samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.
bagi-Nyalah segala penentuan, dan Hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”(Q.S Al Qashash: 88)
4. Mukhalaf
atuhu Lilhawadith (berbeda dengan Ciptaannya/Makhluknya)
Sifat
ini menunjukkan bahwa Allah Swt. berbeda dengan hasil ciptaan-Nya. Coba kita
perhat ikan tukang jahit hasil baju yang dijahit sendiri tidak mungkin sama
dengan baju yang dibuat orang lain.
Dalil
Aqli sif at mukhalaf ah lil hawadits
Apabila
diperkirakan Allah menyamai sekalian makhluknya, niscaya Allah dalah baru
(Hadits), sedangkan Allah baru adalah mustahil.
Dalil
Naqli sif at mukhalaf ah lil hawadits
“(Dia) Pencipta langit dan
bumi. dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan
dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu
berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia,
dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat.” (Q.S Asy Syuura:11)
5. Qiyamuhu
Binaf sihi (Allah Berdiri Sendiri)
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan
yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (Q.S Al
Ikhlash:1-4)
Bahwa
Allah Swt. itu berdiri dengan zat sendiri tanpa membutuhkan bantuan yang lain.
Maksudnya, keberadaan Allah Swt. itu ada dengan sendirinya t idak ada yang
mengadakan atau mencipt akan.
Contohnya,
Allah SWT mencipt akan alam semest a ini karena kehendak sendiri t anpa minta
pertolongan siapapun.
Dalil
Aqli sif at Qiyamuhu Binaf sihi
Seadainya
Allah membutuhkan dzat, niscaya Allah adalah sifat, sebab hanya sifatlah yang
selalu membut uhkan dzat, sedangkan dzat selamanya t idak membut uhkan dzat
lain untuk berdirinya.
Dan
apabila Allah “Sifat ” adalah mustahil, sebab apabila Allah “sifat ”, maka
Allah t idak akan disifati dengan sifat Ma’ani dan Ma’nawiyah, sedangkan sifat
tersebut adalah termasuk sifat –sifat yang wajib bagi Allah berdasarkan
dalil-dalil tertentu. Berarti apabila Allah tidak disifati dengan sifat Ma’ani
dan Ma’nawiyah
adalah
salah (Bathil), dan batal pula sesuatu yang mengakibatkannya, yaitu butuhnya
Allah kepada dzat. Apabila batal butuhnya Allah kepada dzat maka tetap Maha
kaya (istighna)nya Allah dari dzat.
Seandainya
Allah membut uhkan sang pncipta, niscaya Allah baru (Hadts), sebab yang membut
uhkan pencipt a hanyalah yang baru sedangkan dzat qodim t idak membut uhkannya.
Dan must ahil Allah Hadits, karena segala sesuatu yang hadits harus membutuhkan
sang pencipta (mujid) yang kelanjut annya akan mengakibatkan daur atau tasalul.
Dalil
Naqli Sifat Qiamuhu Binafsihi
“Dan barangsiapa yang
berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari
semesta alam.”(Q.S Al 'Ankabuut: 6)
6. Wahdaniyyah
(Tunggal/Esa)
Bahwa
Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa., baik itu Esa zat -Nya, sifat -Nya,
maupun perbuatannya. Esa zat -Nya maksudnya zat Allah Swt. itu bukanlah hasil
dari penjumlahan dan perkiraan atau penyatuan satu unsur dengan unsur yang lain
mkenjadi satu.
Berbeda
dengan mahluk, mahluk diciptakan dari berbagai unsur, seperti wujudnya
manusia,
ada tulang, daging, kulit dan seterusnya. Esa sifat-Nya artinya semua sifat
-sifat kesempurnaan bagi Allah Swt. tidak sama dengan sifat -sifat pada
mahluk-Nya, seperti marah, malas dan sombong. Esa perbuatan-Nya berarti Allah Swt.
berbuat sesuatu tidak dicampuri oleh perbuatan mahluk apapun dan tanpa
membutuhkan proses atau tenggang wakt u. Allah Swt. berbuat karena kehendak-Nya
sendiri tanpa ada yang menyuruh dan melarang.
Dalil
Naqli
“Sekiranya ada di langit dan
di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa.
Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (Q.S Al Anbiyaa': 22)
7. Qudrat
(Berkuasa)
Kekuasaan
Allah SWT , atas segala sesuatu itu mutlak, tidak ada batasnya dan tidak ada
yang membatasi, baik terhadap zat -Nya sendiri maupun terhadap makhluk-Nya.
Berbeda dengan kekuasaan manusia ada batasnya dan ada yang membatasi.
Dalil
Aqli sif at Qudrot
Dalilnya
adalah adanya alam semesta. Proses penyusunan dalilnya, jika Allah tidak
berkemampuan niscaya Allah lemah (‘Ajzun), dan apabila Allah lemah maka tidak akan
mampu mencipt akan makhluk barang sedikit pun.
Dalil
Naqli sif at Qudrot
“Hampir-hampir kilat itu
menyambar penglihatan mereka. setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka
berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti.
Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan
mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (Q.S Al Baqarah: 20)
“Sesungguhnya
Allah berkuasa atas segala sesuatu.”
8. Iradah
(berkehendak)
Allah
Swt mencipt akan alam beserta isinya atas kehendak-Nya sendiri, tanpa ada
paksaan dari pihak lain atau campur tangan dari siapa pun Apapun yang Allah Swt
kehendakin pasti terjadi, begitu juga setiap setiap Allah Swt t idak kehendaki
pasti tidak terjadi. Berbeda dengan kehendak atau kemauan manusia, tidak
sedikit manusia mempunyai keinginan, tetapi keinginan itu kandas di tengah
jalan. Apabila manusia berkeinginan tanpa disertai dengan kehendak Allah Swt.
Pasti keinginan itu tidak terwujud. Hal ini menunjukan bahwa manusia memiliki
keterbatasan,
sedangkan Allah Swt memiliki kehendak yang tidak terbatas.
Dalil
Aqli sif at Irodat .
Dalilnya
adalah adanya alam semesta. Proses penyusunan dalil, seasndainya allah tidak
bersifat berkehendak niscaya bersifat terpaksa (karohah), dan Allah bersifat terpaksa
adalah must ahil karena tidak akan disifati qudrot , akan tetapi tidak disifatinya
Allah dengan sifat qudrot adalah mustahil, sebab akanberakibat lemahnya Allah,
sedangkan lemahnya Allah adalah mustahi, karena tidak akan mampu membuat
makhluk barang sedikit pun.
Dalil
Naqli sif at Irodat.
“ Mereka kekal di dalamnya selama ada langit
dan bumi[736], kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya
Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki.
[736] alam akhirat juga mempunyai langit dan bumi
tersendiri.” (Q.S Huud: 107)
“Sesungguhnya
Tuhanmu Maha Pelaksana t erhadap apa yang dia kehendaki.”
9. Ilmu
(Mengetahui)
Allah
Swt memiliki pengetahuan atau kepandaian yang sangat sempurna, artinya ilmu
Allah Swt itu tidak terbatas dan tidak pula dibat asi. Allah Swt mengetahui
segala sesuatu yang ada di alam semesta, baik yang tampak maupun yang gaib. Bahkan,
apa yang dirahasiakan didalam hati manusia sekali pun. Bukti kesempurnaan ilmu Allah
Swt, ibarat air laut menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Allah Swt, tidak
akan habis kalimat-kalimat tersebut meskipun mendat angkan tambahan air yang
banyak seperti semula. Kita sering kagum atas kecerdasan dan ilmu yang dimiliki
orang-orang pintar di dunia ini. Kita juga takjub akan indahnya karya dan
canggihnya tekhnologi yang dicipt akan manusia. Sadarkah kita bahwa ilmu t
ersebut hanyalah sebagian kecil saja yang diberikan Allah Swt kepada kita?.
Dalil
Aqli sif at Ilmu
Dalilnya
adalah adanya alam semesta. Proses penyusunan dalil, seandainya Allah tak
berilmu niscaya tidak akan berkehendak, sedangkan allah tidak berkehendak
adalah
mustahil, karena tidak akan disifati qudrot , akan tetapi Allah tidak disifati
dengan qudrot adalah mustahil, sebab akan berakibat lemahnya Allah. Sedangkan
lemahnya Allah adalah mustahil, karena tidak akan mampu membuat barang makhluk
sedikit pun.
Dalil
Naqli sif at Ilmu
Dan
dia maha mengetahui segala sesuatu.
“Dialah yang Awal dan yang
akhir yang Zhahir dan yang Bathin[1452]; dan dia Maha mengetahui segala
sesuatu.” (QS.Al
Hadid: 3)
[1452] yang dimaksud dengan: yang Awal ialah, yang
Telah ada sebelum segala sesuatu ada, yang Akhir ialah yang tetap ada setelah
segala sesuatu musnah, yang Zhahir ialah, yang nyata adanya Karena banyak
bukti- buktinya dan yang Bathin ialah yang tak dapat digambarkan hikmat zat-Nya
oleh akal.
“Dia-lah Allah, yang
menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan)
langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala
sesuatu.”( QS.
Al Baqaroh: 29)
10. Hayat
(Hidup)
Hidupnya
Allah tidak ada yang menghidupkannya melainkan hidup dengan zat-Nya sendiri
karena Allah Maha Sempurna, berbeda dengan makhluk yang dicipt akan-Nya.
Contohnya
:
Manusia
ada yang menghidupkan. Selain itu, mereka juga membutuhkan makanan, minuman,
istirahat, tidur, dan sebagainya. Akan tetapi, hidupnya Allah Swt tidak
membutuhkan semua itu. Allah Swt hidup selama-lamanya, tidak mengalami kematian
bahkan mengantuk pun tidak.
Dalil
Aqli sif at hayat
Dalilnya
adanya alam semesta. Proses penyusunan dalil, seandainya Allah tidak hidup maka
tidak akan disifati Qudrot, akan t et api Allah tidak disifati dengan Qudrot
adalah mustahil, sebab akan berakibat lemahnya Allah, seangkan lemahnya Allah
adalah mustahil, karena tidak akan mampu membuat alam semesta.
Dalil
Naqli sif at Hayat
Firman
Allah:
“Dan bertawakkallah kepada
Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya.
dan cukuplah dia Maha mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-
Furqon:
58)
11. Sama’
(Mendengar)
Allah
Swt mendengar setiap suara yang ada di alam semesta ini. Yidak ada suara yang terlepas
dari pendengaran Allah Swt walaupun suara itu lemah dan pelan., sepert i suara
bisikan hat i dan jiwa manusia. Pendengaran Allah Swt berbeda dengan
pendengaran mahluk-Nya karena tidak terhalang oleh suatu apapun, sedangkan pendengaran
mahluk-Nya dibat asi ruang dan waktu.
DALIL
:
Katakanlah: "Mengapa
kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat
kepadamu dan tidak (pula) memberi manfaat?" dan Allah-lah yang Maha
mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S Al Maidah :76)
12. Basar
( Melihat )
Allah
Swt melihat segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. penglihat an Allah
bersifat mutlak, artinya tidak dibatasi oleh jarak (jauh atau dekat ) dan tidak
dapat dihalangi oleh dinding (tipis atau tebal).
Segala
sesuatu yang ada di alam semesta ini, kecil maupun besar, tampak atau tidak
tampak, pasti semuanya terlihat oleh Allah Swt.
DALIL:
“Dan perumpamaan orang-orang
yang membelanjakan hartanya Karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan
jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran Tinggi yang disiram
oleh hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika
hujan lebat tidak menyiraminya, Maka hujan gerimis (pun memadai). dan Allah
Maha melihat apa yang kamu perbuat.” (Q.S
al-Baqarah: 265)
Dengan
memahami sifat besar Allah Swt hendaknya kita selalu berhati-hati dalam
berbuat. Mungkin kita bisa berbohong kepada manusia, seperti orang tua, guru,
atau teman. Akan tetapi kita tidak akan bisa berbohong kepada Allah Swt.
13. Kalam
( Berbicara / Berf irman )
Allah
Swt bersifat kalam artinya Allah Swt berfirman dalam kitab-Nya yang diturunkan
kepada para nabi dan rasul-Nya. Pembicaraan Allah Swt tentu tidak sama dengan
pembicaraan manusia karena Allah Swt tidak berorgan (panca indra), seperti
lidah dan mulut yang dimiliki oleh manusia. Allah Swt berbicara tanpa menggunkan
alat bantu yang berbentuk apapun sebab sifat kalam Allah Swt sangat sempurna.
Sebagai
bukti bahwa adanya wahyu Allah Swt berupa al qur’an yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw dan kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para rasul sebelum
Nabi Muhammad Saw.
DALIL
:
“Dan (Kami Telah mengutus)
rasul-rasul yang sungguh Telah kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu,
dan rasul-rasul yang tidak kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Allah
Telah berbicara kepada Musa dengan langsung[381].” (QS AnNisa’ :164)
[381] Allah berbicara langsung dengan nabi Musa
a.s. merupakan keistimewaan nabi Musa a.s., dan Karena nabi Musa a.s. disebut:
Kalimullah sedang rasul-rasul yang lain mendapat wahyu dari Allah dengan
perantaraan Jibril. dalam pada itu nabi Muhammad s.a.w. pernah berbicara secara
langsung dengan Allah pada malam hari di waktu Mi'raj.
oleh
karena it u kit a sebagai hamba Allah Swt hendaknya membiasakan diri
mengucapkan kalimat-kalimat tayyibah, artinya kata-kat a yang mulia, seperti
ketika kita berbuat salah, maka segeralah membaca istighfar.
14. Kaunuhu
Qadirun
Keadaan
Allah Ta’ala Yang Berkuasa Mengadakan Dan Mentiadakan.
DALIL
“Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan
mereka. setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar
itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki,
niscaya dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah
berkuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah :20).
15. Kaunuhu
Muridun
Keadaan
Allah T a’ala Yang Menghendaki dan menent ukan tiap-tiapsesuatu, Ia berkehendak
atas nasib dan takdir manusia.
DALIL
“Mereka kekal di dalamnya
selama ada langit dan bumi[736], kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain).
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki.” (QS. Hud :107)
[736] alam akhirat juga mempunyai langit dan bumi
tersendiri.
16. Kaunuhu
‘Alimun
Keadaan
Allah Ta’ala Yang Mengetahui akan Tiap-tiap sesuatu, mengetahui segala hal yang
telah terjadi maupun yang belum terjadi, Allah pun dapat mengetahui isi ha i
dan pikiran manusia.
DALIL
“Mereka meminta fatwa kepadamu
(tentang kalalah)[387]. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang
kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan
mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua
dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai
(seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika
saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari)
Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki
sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini)
kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”(QS. An Nisa’ :176)
[387] kalalah ialah: seseorang mati yang tidak
meninggalkan ayah dan anak.
17. Kaunuhu
Hayyun
Keadaan
Allah Ta’ala Yang Hidup, Allah adalah Dzat Yang Hidup, Allah tidak akan pernah
mati, tidak akan pernah tidur ataupun lengah.
DALIL
“Dan bertawakkallah kepada
Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya.
dan cukuplah dia Maha mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.”(QS. Al Furqon :58)
18. Kaunuhu
Sami’un
Keadaan
Allah Ta’ala Yang Mendengar, Allah selalu mendengar pembicaraan manusia,
permintaan atau doa hambaNya.
DALIL
“Tidak ada paksaan untuk
(memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada
jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan
beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali
yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.
Al Baqoroh :256)
[162] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang
disembah selain dari Allah s.w.t.
19. Kaunuhu
Basirun
Keadaan
Allah Ta’ala Yang Melihat akan tiap-tiap yang Maujudat (Benda yang ada). Allah
selalu melihat gerak-gerik kita. Oleh karena itu, hendaknya kita selalu berbuat
baik.
DALIL
“Sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. dan Allah Maha melihat apa yang
kamu kerjakan.”(QS.
Al Hujurat :18)
20. Kaunuhu
Mutakallimun
Keadaan
Allah Ta’ala Yang Berkata-kata, Allah tidak bisu, Ia berbicara atau berfirman
melalui ayat-ayat Al Quran.
Bila
Al Quran menjadi pedoman hidup kita, maka kita telah patuh dan tunduk terhadap
Allah Swt .
Sifat-Sifat Mustahil bagi Allah
Sifat
Mustahil Bagi Allah artinya Sif at Yang T idak Mungkin
ada pada Allah Swt
20 Sifat
Mustahil Bagi Allah:
- 'Adam artinya Tiada
- Huduts artinya Baru (ada mempunyai permulaan)
- Fana artinya Binasa (ada mempunya kesudahan)
- Muamasyalatuhu lilhawadits artinya Bersamaan Allah bagi segala yang baru
- Al-layakuna Qaiman Binafsihi artinya Tiada berdiri Allah dengan sendirinya (berhajat kepada makhluk)
- At-Ta'addut artinya Berbilang-bilang / banyak (dua,tiga dst.)
- Al-Ajzazu artinya Lemah
- Al-Karahatu artinya Tertegah (tidak bisa menentukan)
- Al-Jahlu artinya Bodoh / Tidak mengetahui
- Al-Mautu artinya Mati
- Ash-shamamu artinya Tuli
- Al-'Amaa artinya Buta
- Al-Bakamu artinya Bisu
- Kaunuhu 'Aajizun artinya Keadaannya yang Lemah
- Kaunuhu Mukhrohun artinya Keadaannya yang Terpaksa
- Kaunuhu Jaahilun artinya Keadaannya yang Bodoh
- Kaunuhu Mayitun artinya Keadaannya yang Mati
- Kaunuhu Ash-shamun artinya Keadaanya yang Tuli
- Kaunuhu 'Amaa artinya Keadaannya yang Buta
- Kaunuhu Abkamun artinya Keadaannya yang Bisu.
AMAL
Sabda
Nabi, artinya “Sebaik-baik amalan di sisi
Allah yaitu yang dilakukan tetap walaupun sedikit.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Sumber;
Al Qur’an
Hadis
Bahreisj,
Hussein. (2003). KAMUS LENGKAP
PENGETAHUAN ISLAM. Surabaya: Bintang Usaha Jaya
0 Response to "ALLAH"
Posting Komentar